Keracunan MBG Marak, KSP Sebut Hanya 312 dari 1379 SPPG Terapkan SOP Keamanan Pangan

Daftar isi:
Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Muhammad Qodari, baru-baru ini menyoroti kurangnya standar operasional prosedur (SOP) yang jelas terkait keamanan pangan pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi. Hal ini disampaikan sebagai respon atas kasus keracunan yang terjadi akibat makan bergizi gratis dalam sejumlah daerah di Indonesia.
Qodari menjelaskan bahwa dari 1.379 SPPG yang terdaftar, hanya 413 yang memiliki SOP keamanan pangan, dan bahkan hanya 312 di antaranya yang benar-benar menjalankan prosedur tersebut. Mekanisme keamanan pangan yang tidak memadai menjadi perhatian besar di tengah semakin tingginya angka keracunan pangan.
Seriusnya Masalah Keamanan Pangan di SPPG
Menurut Qodari, data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan kondisi tersebut sangat memprihatinkan. Jika tidak ada langkah tegas untuk mengatasi masalah ini, potensi keracunan pangan akan tetap menghantui masyarakat. Masyarakat berhak mendapatkan makanan yang aman dan bergizi, terutama untuk program yang ditujukan kepada mereka yang membutuhkan.
Lebih jauh, Qodari menggarisbawahi pentingnya SOP keamanan pangan yang bukan hanya ada, tetapi juga harus diimplementasikan dengan konsisten. Hal ini akan membutuhkan kerjasama antara berbagai pihak untuk memastikan bahwa setiap tahapan penyediaan makanan memenuhi standar yang aman.
Selain itu, sertifikasi laik higiene dan sanitasi (SLHS) juga menjadi sorotan utama. Menurut laporan Kementerian Kesehatan, hanya ada 34 dari 8.583 dapur MBG atau SPPG yang memiliki sertifikasi ini. Ini menandakan bahwa masih banyak yang harus diperbaiki dalam hal hygiene dan sanitasi di dapur-dapur tersebut.
Pentingnya Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi
Qodari menekankan, sertifikasi hygiene ini sangat penting sebagai langkah mitigasi untuk pencegahan keracunan. Tanpa adanya sertifikasi yang jelas, risiko paparan terhadap bahan makanan yang tidak aman akan semakin meningkat. Program Makan Bergizi Gratis perlu didukung oleh sistem yang kokoh yang menjamin keamanan pangan bagi semua penerima.
Dia menegaskan bahwa setiap SPPG wajib memiliki SLHS dari Kementerian Kesehatan untuk menjamin pelaksanaan program MBG ini menjadi lebih efektif. Hal ini seharusnya bukanlah beban tambahan, melainkan bagian penting dari pelayanan yang harus diberikan oleh SPPG untuk melindungi masyarakat.
Melalui kerjasama dengan Badan Gizi Nasional dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, regulasi prasyarat untuk SPPG telah disiapkan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah mulai mengakui betapa pentingnya aspek keamanan pangan dalam program-program publik yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
Kerjasama untuk Meningkatkan Keamanan Pangan di Masyarakat
Menyusul pengamatannya mengenai situasi ini, Qodari memaparkan langkah-langkah konkret yang perlu diambil untuk meningkatkan keamanan pangan masyarakat. Keterlibatan lembaga-lembaga pemerintah lainnya mutlak diperlukan untuk mengidentifikasi dan menangani masalah dalam pelaksanaan program tersebut.
Penting untuk membangun sistem pelaporan yang memungkinkan pengawasan lebih ketat terhadap setiap SPPG. Dengan cara ini, jika terjadi insiden keracunan, tanggapan bisa dilakukan dengan cepat dan efektif, sehingga meminimalisir risiko lebih lanjut.
Adanya kolaborasi juga akan membantu dalam menyusun pelatihan yang lebih baik untuk para petugas yang terlibat dalam penyediaan makanan. Dengan meningkatkan kapasitas manusia, diharapkan tingkat kesadaran dan pemahaman mengenai praktik keamanan pangan akan meningkat.
Ke depan, setiap kebijakan dan program yang diluncurkan harus mempertimbangkan secara serius aspek keamanan pangan. Kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai lembaga lainnya akan menjadi kunci sukses dalam memerangi masalah keracunan pangan. Masyarakat harus yakin bahwa makanan yang mereka konsumsi aman dan sehat, serta mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak yang terlibat.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now