Gerindra Tuding Koalisi Sipil Pemalas soal Pasal di KUHAP Baru
Daftar isi:
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, baru-baru ini membantah isu seputar sejumlah pasal kontroversial dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah resmi disahkan menjadi undang-undang. Penjelasan ini muncul setelah banyak pihak mengkritisi beberapa ketentuan yang dianggap bermasalah dalam penyusunan undang-undang tersebut.
Menurut Habib, koalisi sipil yang menyusun daftar pasal kontroversial tersebut tidak mengikuti proses perdebatan dan cenderung memberikan penilaian yang tidak berimbang. Dia menyebut tindakan itu sebagai indikasi ketidakpedulian terhadap transparansi dan keterbukaan yang diusung selama diskusi.
“Koalisi ini tampaknya enggan untuk melihat langsung proses debate yang kami lakukan,” ungkapnya. Dia berpendapat bahwa ketidakpahaman tersebut mencerminkan sikap pasif dari pihak yang mengklaim mewakili suara publik.
Mengapa Pasal 16 Menjadi Sorotan Utama dalam RUU KUHAP?
Pasal 16 yang berkaitan dengan metode undercover buying dan controlled delivery menjadi pusat perhatian, terutama karena menyangkut investigasi terkait tindak pidana. Banyak pihak khawatir bahwa pasal ini dapat disalahgunakan untuk kepentingan tertentu di luar konteks tindak pidana yang serius.
Habiburokhman menegaskan bahwa ketentuan tersebut telah dibatasi dalam penjelasannya. Dia mengklaim bahwa penyelidikan dengan metode penyamaran hanya diizinkan untuk investigasi khusus, dan tidak akan diterapkan secara sembarangan pada semua jenis kejahatan.
“Dalam penjelasan Pasal 16 sudah ditegaskan bahwa metode penyelidikan ini berlaku untuk kasus narkoba dan psikotropika,” jelasnya. Penekanan pada batasan tersebut bertujuan untuk mencegah adanya penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat.
Respon Terhadap Koalisi Masyarakat Sipil dan Tanggapan Publik
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP sebelumnya melaporkan sejumlah anggota Panitia Kerja ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) karena dianggap tidak mematuhi kode etik dalam penyusunannya. Mereka menilai bahwa proses yang ada tidak cukup melibatkan partisipasi publik.
Banyak organisasi yang tergabung dalam koalisi ini, termasuk yayasan dan lembaga bantuan hukum, mengindikasikan ketidakpuasan terhadap transparansi dalam proses legislasi. Mereka berharap agar kedepannya lebih banyak dialog terbuka antara pembuat undang-undang dan masyarakat.
“Kami merasa nama kami dicatut tanpa sepengetahuan dalam proses ini,” salah satu anggota koalisi mengungkapkan. Kekecewaan tersebut menambah kompleksitas dalam pembahasan undang-undang yang sangat krusial ini.
Pentingnya Diskusi Publik dalam Proses Legislasi
Dari situasi ini, muncul diskusi yang lebih luas mengenai pentingnya transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat berhak untuk memahami dan memberikan masukan terhadap undang-undang yang mempengaruhi kehidupannya.
Habib menjelaskan bahwa semua rapat terkait pembahasan KUHAP dilakukan secara terbuka dan dapat diakses oleh publik. Dia mengajak semua pihak untuk lebih peka dan aktif berpartisipasi dalam diskusi yang ada.
“Rekaman pembahasan bisa dilihat di kanal YouTube, jadi tidak ada alasan untuk tidak mengetahui proses yang berlangsung,” paparnya. Keterlibatan yang aktif dari masyarakat diharapkan dapat menciptakan undang-undang yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan publik.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now







