Ratusan Nelayan Datangi Kantor Gubernur NTT Setelah Kenaikan Retribusi Lapak

Daftar isi:
Ratusan nelayan di Kupang menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur pada Kamis (2/10). Mereka menolak Peraturan Gubernur Nomor 33 tahun 2025 yang mengatur tentang penyesuaian tarif retribusi daerah yang dinilai merugikan masyarakat kecil.
Massa demonstran mengekspresikan ketidakpuasan mereka terkait kenaikan tarif retribusi sewa lapak jualan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Oeba, yang melonjak hingga 300 persen. Aturan ini dinilai mengancam keberlangsungan usaha mereka dan membuat situasi ekonomi semakin sulit.
Dalam aksinya, ratusan nelayan meminta untuk bertemu dengan Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena. Namun, niatan tersebut terhambat karena mereka dihadang oleh puluhan aparat kepolisian yang berjaga di gerbang masuk.
Protes Kenaikan Retribusi yang Signifikan oleh Nelayan
Massa aksi membawa berbagai poster yang meminta agar Pergub 33 dibatalkan. Selain itu, mereka juga menuntut pencopotan Kepala Dinas Perikanan Provinsi NTT dan menginginkan penghentian pungutan liar di pasar Oeba dan pasar Naikoten.
Seorang orator yang berbicara dari atas mobil komando menyatakan, “Batalkan sekarang juga Pergub 33, pemerintah jangan peras masyarakatnya sendiri.” Seruan ini menggema di antara para pendukung yang hadir dalam aksi.
Dalam isi Pergub tersebut, disebutkan bahwa harga sewa lahan di TPI meningkat menjadi Rp75 ribu per meter persegi per tahun. Kenaikan ini sangat memberatkan, terutama untuk nelayan dan penjual ikan yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Dampak Negatif Kenaikan Retribusi terhadap Masyarakat
Hegru, salah seorang nelayan, mengungkapkan bahwa selain retribusi tahunan, mereka juga harus membayar pungutan harian sebesar Rp5.000 setiap kali berjualan. “Kami sangat terbebani. Ini bukan hanya masalah kami, tetapi juga masyarakat lainnya yang kehilangan daya beli,” katanya.
Dia menambahkan bahwa ada pula retribusi bulanan tambahan sebesar Rp10.000 yang harus dibayar. “Kami mempertanyakan ke mana aliran uang-uang itu, terutama ketika beban terus menerus ditambahkan kepada kami,” ujarnya dengan nada penuh kekecewaan.
Setiap tambahan biaya membuat nelayan semakin tercekik. Mereka merasa bahwa kebijakan ini mencerminkan ketidakadilan yang lebih besar dan tidak berpihak kepada rakyat kecil yang berjuang untuk mendapatkan penghidupan.
Perwakilan Nelayan Berusaha Menyuarakan Aspirasi
Hingga saat berita ini disusun, sudah ada 15 perwakilan nelayan dan pedagang yang diizinkan untuk memasuki gedung pemerintahan untuk bertemu dengan perwakilan pemerintah. Mereka berharap suara mereka dapat didengar dan masalah ini segera ditangani dengan serius.
Aksi ini menjadi cerminan ketidakpuasan yang meluas di kalangan masyarakat atas kebijakan yang dianggap merugikan. Banyak yang berharap agar pemerintah bisa segera mengevaluasi kembali kebijakan tersebut demi kepentingan rakyat.
Para demonstran menunjukkan semangat persatuan dalam menuntut perubahan. “Kami tidak akan mundur dan terus berjuang sampai kebijakan ini dibatalkan,” tegas salah satu peserta aksi.
Harapan untuk Perubahan Kebijakan yang Adil
Dalam situasi ini, harapan masyarakat tertuju pada kemampuan pemerintah untuk mendengarkan aspirasi warga. Mereka menginginkan pendekatan yang lebih adil dan transparan dalam menentukan kebijakan yang menyangkut kehidupan sehari-hari mereka.
Penting bagi pemerintah daerah untuk memperhatikan masukan dari nelayan dan pedagang yang harus berjuang keras setiap harinya. Jika tidak, dikhawatirkan ketidakpuasan ini akan terus memicu aksi-aksi serupa di masa mendatang.
Inisiatif yang diharapkan adalah dialog terbuka antara pemerintah dan masyarakat. Dengan cara ini, solusi yang lebih baik dan berkeadilan bisa dicapai demi kesejahteraan bersama.
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now